Time


Sunday, January 11, 2009

Japan Share

Amaterasu (天照?), Amaterasu-ōmikami (天照大神 / 天照大御神?) or Ōhiru-menomuchi-no-kami (大日孁貴神?) is in Japanese mythology a sun goddess and perhaps the most important Shinto deity ( kami?). Her name, Amaterasu, means literally “(that which) illuminates Heaven”. She was born from the left eye of Izanagi as he purified himself in a river and went on to become the ruler of the Higher Celestial Plain (Takamagahara).

She is also said to be directly linked in lineage to the Imperial Household of Japan and the Emperor, who are considered descendants of the kami themselves.

The Sun goddess emerging out of a cave, bringing sunlight back to the universe.
The Sun goddess emerging out of a cave, bringing sunlight back to the universe.

History

Story of Amaterasu

Amaterasu is described in the Kojiki as the sun goddess who was born from Izanagi, who was also accompanied by her siblings Susano’o, the storm deity, and Tsukuyomi, the moon deity. In the Kojiki, Amaterasu is described as the goddess from which all light emanates and is often referred to as the sun goddess because of her warmth and compassion for the people who worshipped her. Some other myths state that Amaterasu was born from water.

Most of her myths revolve around an incident where the goddess traps herself in a cave because of her brother’s actions. For a while, everything amongst the three revered gods was peaceful and all of the world ran smoothly. One day, Susano’o, in a drunken rampage, trampled Amaterasu’s rice fields, filled all of her irrigation ditches, and threw excrement into her palace and her shrines. The Omikami asked her brother to stop but he ignored her and even went so far as to throw the corpse of a skinned horse at her hand-maidens who were weaving at the time. The women were killed by the wood breaking apart and piercing their bodies (in the Kojiki it was their reproductive organs that were pierced[1]).

Amaterasu was greatly angered and in protest she shut herself in the Heavenly Cave and sealed it shut with a giant rock. As a result, the world was consumed with darkness. Without her, everything began to wither and die. Eight million Kami gathered in front of her cave and devised a way to lure her out. They all sat around the cave and set up a mirror across from the entrance. Ame-no-Uzume, the voluptuous goddess of merriment turned over a wash-tub and began a sensual dance, tapping the beat on the tub. She exposed her breasts and lifted her skirts as she danced. All of the gods made a great noise of yelling and cheering and laughing. Amaterasu peeked out to see what the noise was about. She asked the nearest god what was going on and he replied that there was a new goddess. When Amaterasu asked where she was, he pointed to the mirror.

The Omikami had never seen herself before and when she caught her reflection, she stared at the radiance of her own form. She was so surprised she said “omo-shiroi”, which means both “white face,” which the Omikami had, and “fascinating”. When she was out of the way, Tajikara-O shut the rock behind her. Having lured her out of the cave, the gods convinced her to go back into the Celestial Plain and all life began to grow again and become strong in her light. Once back in the Celestial Plain, she made sure that she was ready for her brother’s harsh actions again by having a bow and quiver at her side.

Torii at the Ama-no-Iwato Shrine in Takachiho, Miyazaki Prefecture

Torii at the Ama-no-Iwato Shrine in Takachiho, Miyazaki Prefecture

Later she sent her grandson Ninigi-no-Mikoto to pacify Japan: his great-grandson became the first emperor, Emperor Jimmu. He had a sacred sword (Kusanagi), jewel (Yasakani no magatama), and mirror (Yata no kagami) that became the Japanese imperial regalia.

Amaterasu is credited with inventing the cultivation of rice and wheat, use of silkworms, and weaving with a loom.

Kukai famously linked Amaterasu with Dainichi Nyorai, a central manifestation of the Buddha, whose name is literally “Great Sun Buddha”. Thus Amaterasu is held as an divine Emanation of Buddha Vairocana.

Her most important shrine, the Grand Shrine of Ise, is in Ise in western Honshū. The shrine is torn down and rebuilt every 20 years. In that shrine she is represented as a mirror, one of the three Japanese imperial regalia. The Ise Shrine is said to be the home of Amaterasu. This shrine, however, is not open to the public.

She is celebrated every July 17 with street processions all over the country. Festivities on December 21, the winter solstice, celebrate her coming out of the cave.

Difference between Kojiki and Nihonshoki

In Kojiki and Nihonshoki, the goddess was described with slight difference. Mainly, the story of Kojiki is much better known.

First is the story of her birth. In Kojiki she was born after Izanagi failed to retrieve Izanami from Yomi. However, in Nihonshoki, Izanagi and Izanami, who was still alive, together decided to create the supreme deity to reign over the world, and gave birth to Amaterasu.

The episode of sending her grandson to Ashihara no Nakatsukuni (Japan) is also different in two myths. In Kojiki, Amaterasu commanded her son and other gods to pacify Japan. On the other hand, the main article of Nihonshoki records the myth that it was Takamimusubi-no-Kami who took control of the event and sent his maternal grandson Ninigi to Japan. The role of Amaterasu is ambiguous in the episode.

In both cases, Nihonshoki records similar version of Kojiki episode as “aru-fumi”, the alternative episode.

The goddess and the Imperial family

In 1946, Emperor Shōwa was forced in the Ningen-sengen to renounce the conception of akitsumikami (現御神?), divinity in human form, and claimed his relation to the people did not rely on such a mythological idea but on a historically developed family-like reliance.

Many authors, such as John W. Dower and Herbert Bix, consider however that by choosing the word akitsumikami (現御神?) instead of arahitogami, Hirohito didn’t actually deny his divine descent from goddess Amaterasu Omikami.

Amaterasu in popular culture

  • Amaterasu appeared as a character in the 2003 film Onmyoji II, played by Kyōko Fukada.
  • In the video game Ōkami, the main character is Amaterasu incarnated as a wolf, and is constantly referred to as “origin of all that is good and mother to us all.”
  • In Dream Saga Amaterasu is to be consumed by the nature’s dragon Susanoo in order to wipe out humanity and let the world be reborn.

By: Cedrick Kinnison

CONBINI

Kita sering menemukan istilah “Conbini” yang diucapkan dalam film ataupun komik Jepang. Bagi yang belum tahu, istilah “Conbini” adalah sebutan untuk toko kelontong modern yang tersebar di seluruh pelosok Jepang. Asal katanya adalah dari “Convenience Store”, yang kemudian dipersingkat agar sesuai dengan cara pengucapan orang Jepang, hingga menjadi “Conbini”. Conbini memang merupakan adaptasi modernitas Barat di negara jepang yang mulai masuk pada tahun 1969, tentunya untuk menambah kenyamanan dan kepraktisan masyarakat soal pemenuhan kebutuhan hidup.

Bicara soal toko kelontong, jangan keburu membayangkan toko kelontong modern ini tak beda dengan mini market yang banyak di Indonesia. Dalam beberapa hal memang ada kemiripan antara mini market di Indonesia dengan di Jepang, tapi lebih dari itu, sebetulnya lebih banyak juga perbedaannya. Bahkan kalau sudah tahu bagaimana conbini itu, pasti akan berbikir alangkah enaknya jika mini market di Indonesia betul betul menerapkan metode conbini di Jepang! yang membuat conbini sama seperti mini market di Indonesia dan di negara lainnya, hanya pada sistem waralaba(franchise) yang diadopsi dari negara asalnya: Amerika Serikat. Contohnya seperti: Seven-Eleven,Lawson, atau AMPM. Tapi yang membuatnya berbeda… nah, ini banyak mulai kita bahas satu per satu.

Yang pertama adalah jumlahnya yang cukup banyak. Dalam radius sekitar per 500 meter di Jepang, kita bisa dengan mudah menjumpai sebuah conbini. Berdasarkan sebuah survey penelitian tentang conbini di Jepang, memang dapat disimpulkan bahwa rata rata ada sebuah conbini untuk setiap 3.400 orang penduduk. Tentu kita jadi berpikir, apakah dengan begitu banyaknya conbini, antara satu dengan yang lain tidak bersaing ketat dan ada yang kekurangan pembeli? Tentu saja mereka bersaing, tapi masing masing conbini ternyata memiliki keunikannya tersendiri. Ini pula gambaran persaingan sehat yang dicitrakan oleh masyarakat jepang. Contohnya, nih… satu conbini mengisi 80% tokonya dengan bahan makanan mentah untuk sehari hari, sementara conbini lain di dekatnya mengisi tokonya dengan produk makanan kemasan siap santap (bento). Ada pula conbini yang lebih banyak menyediakan snack, permen, atau rokok; conbini khusus yang menjual berbagai keperluan wanita, bahkan conbini khusus bagi mereka yang berdiet. hal itulah yang membuat tidak ada conbini yang sangat sepi karena kekurangan pembeli.

Perbedaan lainnya adalah sistem POS (Point Of Sales) yang khusus hanya diterapkan oleh conbini di Jepang. Cara kerja sistem ini sebagai berikut: di mesin kasir dalam conbini terhubung dengan jaringan komputer di pusat waralaba. Saat pembeli membayar belanjaannya, petugas kasir menekan tombol di mesin untuk mengidentifikasi jenis kelamin konsumen, kisaran kelompok umurnya dan produk apa yang dibelinya. Dengan cara ini, data konsumen berhubungan dengan golongan produk tersebut. Misalnya: pria pelajar, umur sekitar 17 tahun, membeli snack A. Data ini disimpan dan dianalisa dalam beberapa periode. Hasil yang telah terkumpul dapat membuat pemilik waralaba conbini:

1. Menyempurnakan jadwal pengiriman produk ke setiap toko

2. Mengidentifikasi produk produk mana yang banyak terjual di toko pada lokasi tertentu

3. Mengembangkan produk baru yang diprediksi bisa laku terjual

Hal ini membuat conbini di Jepang menjadi mini market paling efisien di seluruh dunia.

Keunggulan conbini lainnya tentu saja soal kebersihannya! Penduduk Jepang yang sangat tertib soal kebersihan ini tentu bisa malas mengunjungi conbini yang lantainya kecoklatan karena kurang di-pel; misalnya. Selain itu, jangan lupakan mesin ATM dan jidouhanbaiki/Vending-Machine yang selalu nagkring di setiap conbini! Sistem pembelian barang dengan cara ini memudahkan pembeli yang (misalnya) Indin membeli CD, namun rumahnya jauh dari mall. Tinggal pergi ke conbini terdekat, menyentuhkan jari ke layar touch-screen pada mesin, lalu kamu bisa membeli/memesan CD yang kamu inginkan. Kamu juga bisa membeli komik, bahkan perangkat komputer, lho!

Untuk barang barang “besar” seperti membeli CD atau komputer, pembayaran dilakukan dengan kartu kredit atau transfer dari rekening sejumlah harga barang tersebut. Paling lama dalam 5 hari (jika kamu tinggal di Jepang), maka barang yang kamu pesan sudah datang! Tapi jika hanya membeli komik atau rokok, kamu bisa membayar tunai ke dalam mesin tersebut. Namun patut diketahui juga, bahwa pemerintah Jepang cukup ketat mengawasi penjualan rokok, minuman keras maupun komik dewasa. Jika kamu belum menginjak batas usia yang di tentukan (dengan menunjukkan kartu identitas yang akan di scan oleh si mesin), jangan harap kamu bisa membeli benda benda tersebut dengan bebas! Ada juga conbini yang menyediakan mesin diagnosa kesehatan, khususnya di conbini bagi orang orang yang berdiet sehat. Benar benar praktis!

Faktor kesegaran produk yang dijual tentunya juga menjadi perhatian utama conbini conbini di jepang. jangan cemas membeli bahan makanan yang sudah kadaluwarsa! Untuk makanan siap saji yang bisa bertahan agak lama, biasanya conbini membekukan betul bahan makanan tersebut, dan baru dicairkan hanya bila ada pembelinya. Untuk bahan makanan segar seperti daging dan sayuran yang harus dimasak dan dikonsumsi secepatnya, waralaba conbini mendapat pasokan dari sumbernya langsung. Jika bahan makanan mentah itu tidakk habis terjual, langsung dibuang dan dijadikan kompos. Jadi tidak ada bahan makanan mentah yang disimpan sampai berhari hari.

Pelayanan yang ramah dan jaminan kepraktisan, kebersihan serta keamanan juga menambah nilai plus bagi conbini di Jepang. Kalangan karyawan yang pulang malam dan tak sempat memasak makanan, tinggal pergi ke conbini (yang umumnya buka 24 jam) dan membeli bento untuk langsung dimakan di rumah. Anak anak yang sering ditinggal sendiri di rumah karena orangtuanya bekerja, dapat pula menjadikan conbini sebagai tempat pelarian untuk berlindung bila merasa terancam keselamatannya. Ini berkat peraturan Dewan Pencegahan Kejahatan Dalam Conbini yang menunjuk beberapa conbini sebagai tempat darurat bagi perlindungan anak anak. Peraturan ini berlaku sejak Agustus 2001. Bagi orang Jepang, conbini sangat membantu dalam keseharian hidup. Makannya, nggak salah ‘kan, kalau sekali mengenal conbini, kita pasti berandai-andai kalau mini market di negara kita ini seperti conbini di Jepang!

Now Playing

BACK-ON - Fly Away(Single) 2009




Lyric


*Saa ryoute hiroge ano kumo wokoete
Niji no achi kugette mezasu basho he, flyaway
(Mukai kaze datte deka i kabe datte oikaze matotte Mezasu basho he)
Kimi gasobaniirukara

I held your hand cuz you said
Take you to the shining place from a maze

Kun wo shinji te dasono te atataka
Kute mistu merusono hitomi nikumorihanakute
Tsumikasane ta omoi ga kare ta daichi ni oto shita namida
Hitotsubu no shizuku ga hirogatte shoku toridorino hana wo saka shiteku

Tsuyoga rino naifu wo furimawashi te
Kizutsu kete kizutsu kete kurayami de saken deta

(Repeat*)

Toritachi oikaze ni notte hana tachi haazayakani sai te
It's a beautiful world imamade to chigau
Tomo ru koto naku sekai ha mawaru
Hitori mitsu metetanda boya kete fuukei
My clock has begun to work again
Kuno gasotto te wo nobashi te hikari tera su sekai no naku he

Itsuwari nonai ashita mitsu ketakute
Zenryoku de hane bataite
Kagayaku kun no moto he

Ima hikari tera su ano sora no hate he
Kun no te wo tsukan de hanasanai youni, flyaway
(Mukai kaze datte deka i kabe datte oikaze matotte Mezazu basho he)
Boku gasobaniirukara

Tsuyoga rino naifu wo furimawashi te
Kizutsu kete kizutsu kete kurayami de saken deta